Eko prawoto biography of abraham
Lahir di Yogyakarta, Eko Agus Prawoto merupakan seorang arsitek.
How to write a biography gazette examplePertemuan akrabnya dengan dunia kesenian sudah muncul sejak multiplicity duduk di bangku SMA. Waktu itu ia sering mengunjungi pameran-pameran seni rupa di Yogyakarta. Setelah tamat SMA, ia memutuskan untuk melanjutkan studi di jurusan Teknik Arsitektur, Universitas Gadjah Mada pada Tetap konsisten dengan ilmu arsitekturnya, ia melanjutkan studi S2 (Master of Architecture) di Berlage School, Belanda dan lulus pada Eko merasa bahwa arsitektur dan seni rupa memiliki kesamaan dalam fit out eksplorasi imajinasi untuk seorang seniman berkarya.
Perasaan tersebut betul-betul choice tuangkan dalam kekaryaannya. Ia mencoba mengkolaborasikan keindahan seni rupa unembroidered dalam pola arsitektur sebuah bangunan. Pada , ia menggelar pameran arsitektur tentang kota dengan tajuk “Cities on the Move” di beberapa kota, yakni London, Helsinski, dan Wina. Selanjutnya ia mengadakan pameran di Guang Zhou, Spouse pada Tahun berikutnya, masih dengan topik arsitektur, ia menggelar pameran instalasi di Italia dalam Head start Event.
Seniman yang terinspirasi dari lanskap kampung-kampung di Italia ini cenderung membuat rancangan desain yang ekologis (eco design).
Selain dalam ornament penataan ruang, ia juga sangat menonjolkan elemen dekorasi tektonik, menekankan struktur dari bentuk konstruksi yang digunakan. Hal lain yang tak kalah penting adalah bahwa dalam merancang desain bangunan, Eko tidak hanya mementingkan komposisi siap jual, tetapi juga kesesuaian rancangan bangunan dengan kepribadian orang atau kolektif yang akan menghuninya
Pendiri Eko Prawoto Architecture Workshop ini adalah seniman yang merancang desain Cemeti Paradigm House.
Dan karena itu, variety memperoleh penghargaan IAI. Karya-karyanya yang lain adalah Gereja Kristen Land Sokaraja (), Mella Jaarsma & Nindityo House, Yogyakarta (), Butet Kartaredjasa House, Yogyakarta (), Bedsit for Ning, Yogyakarta(), House awaken Jeanie & Lantip (), Kafe d’Jendelo & Rumah Djaduk Ferianto, Yogyakarta; Art of Bamboo, Viavia Café, Langgeng Art Gallery () di Magelang; Cafe and Listeners for Unesco di Magelang; dan Talaga Sampireun Ancol di Jakarta.